Jumat, 27 Januari 2012

Suci Hama Setengah Jam

Apa yang bisa dilakukan dalam waktu 30 menit? Utuk makan siang saja, waktu setengah jam kurang memadai. Namun, bagi Ryadi Harumi-ia enggan disebut nama sebenarnya-waktu secepat itu cukup untuk mensterilisasi baglog jamur tiram. Padahal, pekebun-pekebun lain menghabiskan 3-8 jam, bahkan pasteurisasi hingga 12 jam.

Ryadi Harumi memproduksi 8.000 baglog setiap hari. Separuh produksi baglog ia gunakan sendiri untuk budidaya jamur tiram putih di 6 kumbung. Sedangkan 4.000 baglog selebihnya, terserap plasma alias pekebun mitra yang saat ini jumlahnya 25 orang. Yang istimewa, pekebun di Jawa Barat itu mensterilisasi baglog-baglog selama hanya 30 menit.

Langkah pertama, Ryadi mengalirkan uap panas dari boiler ke sekujur otoklaf- tabung besi sepanjang 10 meter dan berdiameter 1 meter-selama 15 menit. Pemanasan awal bertujuan mencegah kondensasi ketika sterilisasi. Kondensasi mengakibatkan uap air panas menjadi air. Air masuk ke baglog melalui pori-pori sumbu sehingga kadar air dalam media tanam melambung hingga 90-100%. Agar tumbuh optimal jamur hanya perlu kadar air 60%.
Produsen jamur kerap menyalahkan bagian peramu media ketika mendapati jamur gagal tumbuh. Komposisi bahan media tak pas kerap menjadi dalih. Ketika dicek, ternyata kadar air terlampau tinggi, banyak produsen mengira bahwa pekerja memberikan air terlalu banyak saat mengolah bahan media tanam. Jarang yang menyadari bahwa peningkatan kadar air akibat kondensasi.
Praktis
Ryadi mempunyai sebuah otoklaf berkapasitas 400 baglog. Untuk memasukkan 400 baglog ke tabung otoklaf, ia tinggal mendorong rak selama 2 menit. Sebab, sejak awal pembuatan baglog, para pekerja menempatkan media tanam jamur itu di kotak besi. Sebuah kotak terdiri atas 20 baglog. Kotak-kotak itu tersusun dalam rak yang lebih besar, mirip gerobak dorong yang dilengkapi rel hingga ke dalam otoklaf.
Air dari bak penampungan mengalir ke boiler melewati filter. Di dalam boiler air dipanaskan hingga 160oC. Setiap jam, boiler menghasilkan 350 kg uap air panas yang mengalir ke tabung otoklaf untuk mensucihamakan ratusan baglog. Ryadi mengatur tekanan boiler 4 bar selama proses sterilisasi berlangsung. Ia meletakkan pipa inlet terbuat dari besi berdiameter 5 cm di bagian dasar otoklaf. Permukaan pipa berlubang dengan interval tertentu.
Uap panas keluar dari lubang pipa dan leluasa bergerak ke atas menembus baglog. Sebab, uap air lebih ringan daripada udara. Udara menekan uap ke atas. Itulah sebabnya jika posisi pipa inlet di atas, banyak baglog di bagian bawah otoklaf tak tersucihamakan. Produsen lain, biasanya meletakkan pipa inlet di bagian atas otoklaf. Jika tersterilisasi pun perlu waktu lebih lama.
Ryadi hanya memerlukan 7 liter minyak tanah untuk sekali sterilisasi. Saat ini harga minyak tanah Rp4.500 per liter sehingga total biaya bahan bakar Rp31.500. Menurut Adi Yuwono, ahli jamur di Bandung, Jawa Barat, sejam sterilisasi memerlukan 15 liter minyak tanah atau 45 liter per 3 jam. Artinya, pekebun yang mensterilisasi selama 3 jam saja perlu Rp202.500. Apalagi jika masa sterilisasi 8 jam, tentu biaya bahan bakar kian besar.
Dengan seterilisasi 3 jam, persentase kontaminan mencapai 20%. Bila 400 baglog disterilisasi, 80 baglog di antaranya terkontaminasi. Itulah sebabnya, beberapa pekebun mensterilisasi ulang hingga 2 kali. Hasilnya kontaminan pun turun menjadi hanya 2%. Meski sterilisasi singkat, tetapi Ryadi Harumi hanya menemukan maksimal 2% kontaminan. Sterilisasi ulang itu meningkatkan biaya produksi-terutama untuk pembelian bahan bakar.
Glukosa
Pekebun memperpanjang durasi sterilisasi karena beranggapan bahwa semakin lama sterilisasi, kian bagus kualitas baglog. Harapannya cendawan kontaminan tak mampu menembus baglog. Menurut Ryadi lamanya sterilisasi ternyata tak berpengaruh positif terhadap rendahnya kontaminan. Sterilisasi singkat, belum tentu tingkat kontaminasi tinggi. Itulah sebabnya ia hanya mensterilisasi baglog selama 0,5 jam.
Keputusan sterilisasi 30 menit itu ia ambil setelah menempuh percobaan sederhana pada 5 tahun lalu. Ia menyediakan masing-masing 10 baglog hasil sterilisasi, pasteurisasi, dan tanpa sterilisasi. Lalu ia menumbuhkan bibit jamur tiram di masing-masing baglog itu. Ternyata yang pertama terkena kontaminasi justru baglog yang telah dipasteurisasi 12 jam, kedua baglog sterilisasi, dan terakhir baglog tanpa sterilisasi.
Sayang, ia tak mencatat pada hari ke berapa baglog-baglog itu terkontaminasi. 'Kian lama waktu sterilisasi glukosa juga kian tinggi. Lignoselulosa berubah menjadi selulosa yang akhirnya menjadi glukosa,' kata Ryadi. Jika demikian, mengapa ia tak mensterilisasi saja? Bukankah baglog tanpa sterilisasi lebih tahan kontaminan? Bukankah baglog tanpa sterilisasi lebih hemat biaya bahan bakar?
Betul, memang. Namun, menurut Ryadi baglog tanpa sterilisasi perlu lebih banyak bibit, 10% dari bobot baglog. Bila bobot baglog rata-rata 1,2 kg, artinya pekebun menghabiskan 120 gram bibit untuk sebuah baglog. Bandingkan dengan baglog sterilisasi (0,5 jam) hanya perlu seujung spatula atau hanya beberapa gram bibit.
Analogi sederhana seperti ini. Kontaminan adalah penjahat yang mengendarai sepeda motor berkecepatan tinggi. Bibit dalam baglog itu ibarat kerumunan manusia. Jadi, laju sepeda motor bakal tertahan oleh kerumunan manusia. Singkat kata, perlu lebih banyak bibit untuk mempercepat pertumbuhan spora agar tidak disalip si kontaminan yang mengendarai sepeda motor. Teknik budidaya yang diterapkan Ryadi memang belum lazim.
Dr Sedyo Hartono, ahli jamur dari Universitas Gadjah Mada mengatakan sterilisasi pada suhu 120oC dan tekanan 1 bar perlu waktu 10 jam. Sterilisasi singkat model Ryadi memungkinkan dengan mengatur suhu dan tekanan. Menurut Adi Yuwono kunci sterilisasi memang pada suhu dan tekanan. Oleh karena itu pekebun harus mengetahui kapasitas boiler. Boiler berkapasitas 350 kg per jam, misalnya, mampu mensterilisasi hingga 2.000 baglog.
Selain sterilisasi, pekebun menempuh jalan pasteurisasi untuk mensucihamakan baglog. Beda sterilisasi dan pasteurisasi tergantung pada suhu pemanasan dan alat. Sterilisasi mensucihamakan baglog pada suhu minimal 120oC dengan alat vakum bertekanan sehingga perlu boiler sebagai sumber uap air panas. Pada pasteurisasi pemanasan maksimal 100oC-rata-rata 98oC-dengan alat sederhana seperti drum minyak sebagai wadah baglog. Lama mempasteurisasi 12 jam dengan kontaminan maksimal 20%. Dalam waktu sama, Ryadi Harumi mampu mensterilisasi 24 kali.


share on facebook

0 komentar:

Posting Komentar