Apa
yang bisa dilakukan dalam waktu 30 menit? Utuk makan siang saja, waktu setengah
jam kurang memadai. Namun, bagi Ryadi Harumi-ia enggan disebut nama
sebenarnya-waktu secepat itu cukup untuk mensterilisasi baglog jamur tiram.
Padahal, pekebun-pekebun lain menghabiskan 3-8 jam, bahkan pasteurisasi hingga
12 jam.
Ryadi
Harumi memproduksi 8.000 baglog setiap hari. Separuh produksi baglog ia gunakan
sendiri untuk budidaya jamur tiram putih di 6 kumbung. Sedangkan 4.000 baglog
selebihnya, terserap plasma alias pekebun mitra yang saat ini jumlahnya 25
orang. Yang istimewa, pekebun di Jawa Barat itu mensterilisasi baglog-baglog
selama hanya 30 menit.
Langkah
pertama, Ryadi mengalirkan uap panas dari boiler ke sekujur otoklaf- tabung
besi sepanjang 10 meter dan berdiameter 1 meter-selama 15 menit. Pemanasan awal
bertujuan mencegah kondensasi ketika sterilisasi. Kondensasi mengakibatkan uap
air panas menjadi air. Air masuk ke baglog melalui pori-pori sumbu sehingga
kadar air dalam media tanam melambung hingga 90-100%. Agar tumbuh optimal jamur
hanya perlu kadar air 60%.
Produsen
jamur kerap menyalahkan bagian peramu media ketika mendapati jamur gagal
tumbuh. Komposisi bahan media tak pas kerap menjadi dalih. Ketika dicek,
ternyata kadar air terlampau tinggi, banyak produsen mengira bahwa pekerja
memberikan air terlalu banyak saat mengolah bahan media tanam. Jarang yang
menyadari bahwa peningkatan kadar air akibat kondensasi.
Praktis
Ryadi
mempunyai sebuah otoklaf berkapasitas 400 baglog. Untuk memasukkan 400 baglog
ke tabung otoklaf, ia tinggal mendorong rak selama 2 menit. Sebab, sejak awal
pembuatan baglog, para pekerja menempatkan media tanam jamur itu di kotak besi.
Sebuah kotak terdiri atas 20 baglog. Kotak-kotak itu tersusun dalam rak yang
lebih besar, mirip gerobak dorong yang dilengkapi rel hingga ke dalam otoklaf.
Air
dari bak penampungan mengalir ke boiler melewati filter. Di dalam boiler air
dipanaskan hingga 160oC. Setiap jam, boiler menghasilkan 350 kg uap
air panas yang mengalir ke tabung otoklaf untuk mensucihamakan ratusan baglog.
Ryadi mengatur tekanan boiler 4 bar selama proses sterilisasi berlangsung. Ia
meletakkan pipa inlet terbuat dari besi berdiameter 5 cm di bagian dasar
otoklaf. Permukaan pipa berlubang dengan interval tertentu.
Uap
panas keluar dari lubang pipa dan leluasa bergerak ke atas menembus baglog. Sebab,
uap air lebih ringan daripada udara. Udara menekan uap ke atas. Itulah sebabnya
jika posisi pipa inlet di atas, banyak baglog di bagian bawah otoklaf tak
tersucihamakan. Produsen lain, biasanya meletakkan pipa inlet di bagian atas
otoklaf. Jika tersterilisasi pun perlu waktu lebih lama.
Ryadi
hanya memerlukan 7 liter minyak tanah untuk sekali sterilisasi. Saat ini harga
minyak tanah Rp4.500 per liter sehingga total biaya bahan bakar Rp31.500.
Menurut Adi Yuwono, ahli jamur di Bandung, Jawa Barat, sejam sterilisasi
memerlukan 15 liter minyak tanah atau 45 liter per 3 jam. Artinya, pekebun yang
mensterilisasi selama 3 jam saja perlu Rp202.500. Apalagi jika masa sterilisasi
8 jam, tentu biaya bahan bakar kian besar.
Dengan
seterilisasi 3 jam, persentase kontaminan mencapai 20%. Bila 400 baglog
disterilisasi, 80 baglog di antaranya terkontaminasi. Itulah sebabnya, beberapa
pekebun mensterilisasi ulang hingga 2 kali. Hasilnya kontaminan pun turun
menjadi hanya 2%. Meski sterilisasi singkat, tetapi Ryadi Harumi hanya
menemukan maksimal 2% kontaminan. Sterilisasi ulang itu meningkatkan biaya
produksi-terutama untuk pembelian bahan bakar.
Glukosa
Pekebun
memperpanjang durasi sterilisasi karena beranggapan bahwa semakin lama
sterilisasi, kian bagus kualitas baglog. Harapannya cendawan kontaminan tak
mampu menembus baglog. Menurut Ryadi lamanya sterilisasi ternyata tak
berpengaruh positif terhadap rendahnya kontaminan. Sterilisasi singkat, belum
tentu tingkat kontaminasi tinggi. Itulah sebabnya ia hanya mensterilisasi
baglog selama 0,5 jam.
Keputusan
sterilisasi 30 menit itu ia ambil setelah menempuh percobaan sederhana pada 5
tahun lalu. Ia menyediakan masing-masing 10 baglog hasil sterilisasi,
pasteurisasi, dan tanpa sterilisasi. Lalu ia menumbuhkan bibit jamur tiram di
masing-masing baglog itu. Ternyata yang pertama terkena kontaminasi justru
baglog yang telah dipasteurisasi 12 jam, kedua baglog sterilisasi, dan terakhir
baglog tanpa sterilisasi.
Sayang,
ia tak mencatat pada hari ke berapa baglog-baglog itu terkontaminasi. 'Kian
lama waktu sterilisasi glukosa juga kian tinggi. Lignoselulosa berubah menjadi
selulosa yang akhirnya menjadi glukosa,' kata Ryadi. Jika demikian, mengapa ia
tak mensterilisasi saja? Bukankah baglog tanpa sterilisasi lebih tahan
kontaminan? Bukankah baglog tanpa sterilisasi lebih hemat biaya bahan bakar?
Betul,
memang. Namun, menurut Ryadi baglog tanpa sterilisasi perlu lebih banyak bibit,
10% dari bobot baglog. Bila bobot baglog rata-rata 1,2 kg, artinya pekebun
menghabiskan 120 gram bibit untuk sebuah baglog. Bandingkan dengan baglog
sterilisasi (0,5 jam) hanya perlu seujung spatula atau hanya beberapa gram
bibit.
Analogi
sederhana seperti ini. Kontaminan adalah penjahat yang mengendarai sepeda motor
berkecepatan tinggi. Bibit dalam baglog itu ibarat kerumunan manusia. Jadi,
laju sepeda motor bakal tertahan oleh kerumunan manusia. Singkat kata, perlu
lebih banyak bibit untuk mempercepat pertumbuhan spora agar tidak disalip si
kontaminan yang mengendarai sepeda motor. Teknik budidaya yang diterapkan Ryadi
memang belum lazim.
Dr
Sedyo Hartono, ahli jamur dari Universitas Gadjah Mada mengatakan sterilisasi
pada suhu 120oC dan tekanan 1 bar perlu waktu 10 jam. Sterilisasi
singkat model Ryadi memungkinkan dengan mengatur suhu dan tekanan. Menurut Adi
Yuwono kunci sterilisasi memang pada suhu dan tekanan. Oleh karena itu pekebun
harus mengetahui kapasitas boiler. Boiler berkapasitas 350 kg per jam,
misalnya, mampu mensterilisasi hingga 2.000 baglog.
Selain
sterilisasi, pekebun menempuh jalan pasteurisasi untuk mensucihamakan baglog.
Beda sterilisasi dan pasteurisasi tergantung pada suhu pemanasan dan alat.
Sterilisasi mensucihamakan baglog pada suhu minimal 120oC dengan
alat vakum bertekanan sehingga perlu boiler sebagai sumber uap air panas. Pada
pasteurisasi pemanasan maksimal 100oC-rata-rata 98oC-dengan
alat sederhana seperti drum minyak sebagai wadah baglog. Lama mempasteurisasi
12 jam dengan kontaminan maksimal 20%. Dalam waktu sama, Ryadi Harumi mampu
mensterilisasi 24 kali.
0 komentar:
Posting Komentar