Tiga jamur tiram terunggul.Produktivitas membubung hingga 91 ton per 1.000 m2
luas kumbung, hampir dua kali lipat produksi tiram strain lokal.
Ketiga strain baru itu adalah emas, ratu, dan zafira hasil penelitian
periset di Balai Penelitian Tanaman Sayuran, yakni Dr Etty Sumiati MS, Ir Diny
Djuariah, Dr Ahsol Hasyim, dan Dr Eri Sofiari. Pada pengujung 2011, mereka
merilis tiga strain baru itu sehingga memberi secercah harapan bagi para
pekebun jamur tiram yang kini marak di berbagai daerah. Para pekebun itu
memanfaatkan strain lokal dan menuai rata-rata 200 g jamur per kg substrat
(baglog) dalam waktu 3 bulan.
Salah satu penyebab rendahnya produksi adalah kualitas bibit yang tidak
terseleksi. Jika mereka beralih membudidayakan strain jamur tiram unggul, emas,
ratu, atau zafira, peluang meningkatkan produksi terbuka lebar. Sekadar contoh,
produktivitas emas, misalnya, mencapai 91 ton per 1.000 m2. Di
kumbung seluas itu, pekebun dapat membudidayakan 180.000 baglog berbobot satu
kg jika posisi baglog berdiri, sementara jika berbaring, 260.000 baglog atau
produktivitas antara 350—500 gram per baglog.
Produksi stabil
Menurut Etty secara akumulasi tidak ada perbedaan produksi yang signifikan
antara baglog berdiri dan berbaring jika strain sama. Posisi baglog berdiri
menghasilkan tudung tiram merekah sempurna sehingga bobot bisa maksimal, di
atas 500 gram per baglog berbobot 1 kg. Produksi sebuah baglog berbobot 1 kg
dengan posisi berbaring hanya 350 gram. Namun, karena populasi meningkat 80.000
baglog dari posisi berdiri, maka secara keseluruhan produktivitas per kumbung
pun tinggi.
Mari bandingkan dengan strain lokal. Pada posisi baglog berdiri,
menghasilkan 300 gram per baglog atau total 57 ton dari total jenderal 180.000
baglog. Namun, ketika posisi baglog berbaring, maka produksi sebuah baglog
rata-rata berbobot 1 kg, hanya 200 gram. Dari uji coba itu, terbukti bahwa
ketiga strain jamur tiram baru memang unggul, produksi membubung, di atas 300 g
per kg baglog dengan posisi berdiri. Jika bobot sebuah baglog rata-rata 1 kg,
maka produksi pun meningkat menjadi di atas 500 gram.
Hebatnya produksi itu stabil sepanjang tahun. Artinya budidaya tiram strain
emas pada musim hujan atau kemarau, pekebun akan menuai produksi yang relatif
sama. Strain emas mempunyai daya adaptasi luas dari suhu udara 10—270C
itu dan masa produksi panjang hingga 3,8 bulan. “Diameter buah pun besar
mencapai 8—9,71 cm,” tutur Etty.
Strain ratu mampu beradaptasi dari suhu 10—250C. Produksi ratu
mencapai 51,22—81,94 ton per 1.000 m2. Tipe tudung buah strain ratu
menyerupai terompet yang lentur sehingga tidak mudah pecah. Waktu awal panen
strain ratu hanya 38 hari dan rentang masa produksi mencapai 3,9 bulan. Kadar
air ratu 91,62—93,75% sehingga ratu tahan simpan 2—3 hari pada suhu ruangan.
Rendah oke
Strain tiram lain, zafira yang adaptif pada suhu 10—250C, mampu
berproduksi 50,48—78,70 ton per 1.000 m2. Tudung buah zafira amat
lentur dan berbentuk tiram. Strain zafira mulai berproduksi 37 hari
pascainokulasi dan masa produksinya 3,8 bulan. Ketiga varietas itu beradaptasi
baik dari ketinggian 700—1.250 meterdi atas permukaan laut.
Menurut Etty, peluncuran 3 strain tiram unggul itu
merupakan kali pertama dalam sejarah budidaya jamur di Indonesia. “Sebelumnya
belum pernah ada varietas unggul tiram,” kata Etty.
Para pekebun tiram di dataran rendah tetap dapat membudidayakan trio tiram
unggul itu. “Syaratnya menyediakan lingkungan mikro yang sesuai untuk tumbuh
kembang tiram,” kata Etty. Tiram menghendaki suhu 10—270C agar
tumbuh optimal, kelembapan di atas 80%, dan intensitas cahaya 10% alias
remang-remang. Jika semua kondisi itu terpenuhi, ketinggian tempat bukan
masalah untuk membudidayakan strain tiram unggul itu.
Etty dan rekan memulai riset tiram unggul pada 2003. Saat itu mereka menguji
daya hasil dan daya kualitas 78 strain tiram introduksi. Hasil pengujian antara
lain, produksi relatif tinggi, yakni di atas 300 g per kg substrat, konsumen
menyukai cita rasa, penampilan menarik, dan tahan simpan 2—3 hari dalam suhu
kamar, sekitar 270C. Dari pengujian itu, mereka menetapkan 5 strain
unggul berkode 1, 30, 37, 38, dan 46 yang akan menjalani uji multilokasi.
Uji multilokasi pada 2009 itu di 4 lokasi, yakni Desa Jambudipa, Kecamatan
Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, berketinggian 1.200 meter di atas permukaan
laut; Desa Lebakmuncang, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung, (1.000 m dpl),
dan Desa Tangkil, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor (700 m dpl). Ketiga sentra
jamur itu di Provinsi Jawa Barat. Satu area lagi adalah Desa Gentingsari,
Kecamatan Bansari, Kabupaten Temanggung, Provinsi Jawa Tengah, berketinggian
850 m dpl.
Etty sejatinya sudah membagikan strain emas kepada pekebun dan pihak terkait
di seluruh Indonesia. Para pekebun yang baru mendengar kabar pun tak
ketinggalan antusias menyambut kehadiran tiram unggul itu. Pekebun tiram di
Indramayu, Jawa Barat, Ito Sumitro, misalnya, berencana memanfaatkannya.
Produksi menjulang tinggi memang menjadi daya tarik bagi para pekebun tiram.
semoga bermanfaat........
0 komentar:
Posting Komentar